Saturday, May 26, 2007

Asyiknya Naik KA Ekonomi Ciroyom-Cianjur


NAIK kereta api (KA) kelas ekonomi dari Stasiun Cianjur ke Stasiun Ciroyom Bandung sungguh mengasyikkan. Sambil menikmati keindahan alam di kiri kanan rel, satu sama lain bisa bercanda gurau. Penumpang semakin akrab. Untuk membayar perjalanan selama setengah jam perjalanan, kita cukup mengocek isi dompet Rp 1.500,00.Mungkin karena dianggap murah meriahnya itulah, setiap hari dua gerbong KA ekonomi jurusan Stasiun Lampegan-Cianjur sampai Stasiun Ciroyom pulang pergi (PP) sehari delapan kali itu selalu dipadati penumpang. Saking padatnya, tak sedikit penumpang yang memilih duduk di atas badan gerbong.Para pengguna KA Stasiun Cianjur-Stasiun Ciroyom masih didominasi para karyawan, mahasiswa, dan pelajar yang setia menggunakan tiket abodemen (karcis bulanan). Yang lainnya para pedagang dan lapisan masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang hampir setiap hari berlangganan naik KA.Berbeda dibandingkan naik KA yang melintas di atas rel baja tatar pantura. Laju lokomotif bervariasi. Dari Stasiun Cianjur menuju Stasiun Ciranjang, laju KA kira-kira 70 km/jam. Namun, lewat Stasiun Ciranjang menuju Stasiun Rajamandala, para penumpang yang tadinya asyik bercandaria, agak terdiam.Suasana panik dan waswas menyelimuti sebagian penumpang yang kebanyakan orang tua. Sampai-sampai sempat terdengar jeritan histeris. "Takut kereta tiba-tiba bergelimpang!" teriaknya sambil melihat ke arah bawah jurang jembatan KA Sungai Citarum yang sangat terjal.Lokomotif yang tadinya melaju cepat berubah pelan karena baru mendaki dan melalui kelokan tajam. Badan lok bergeol-geol bak tarian ular tangga merayap. Lewat Stasiun Rajamandala menuju Stasiun Ciroyom jalan rel turun dan bekelok lagi, penumpang agak sedikit reda dan banyak lagi yang kembali bercanda ria seperti semula. Hampir di setiap stasiun lintasan, KA berhenti dan tak sedikit penumpang yang turun lantas melambaikan tangan kepada penumpang yang masih ada di dalam kereta. "Dah, sampai ketemu lagi!" kata dua wanita muda.Selama di perjalanan, lokomotif yang menarik dua gerbong dengan jumlah penumpang lebih dari 300 orang itu, terkadang membuat hati penumpang deg-degan. Bila sedang melaju di tanjakan, kondisi lokomotif bagai orang yang sedang merasakan sesak napas."Mohon dimaklum, usia lokomotif yang membawa kami dari Cianjur ke Bandung itu sudah tua. Sebetulnya mesin penggerak dengan kode BB 303 ini sudah harus masuk museum dan segera diganti dengan lok yang bagus," kata seorang petugas KA sambil mengatakan lokomotif kuno sering grak-grok karena kelebihan muatan. Idealnya untuk dua gerbong isinya maksimal 200 orang. Yang namanya KA ekonomi, di mana-mana juga memang harus berani "serakah" menarik seberapa pun banyaknya penumpang tanpa memedulikan lagi kondisi lokomotif.Meski demikian adanya, selama dalam perjalanan KA dari Stasiun Cianjur ke Stasiun Ciroyom, para penumpang tetap setia dan tak terdengar suara keluhan. Mereka menyadari di tengah meroketnya ongkos angkutan umum, PT KAI masih toleran ikut membantu pelayanan transportasi bagi masyarakat ekonomi lemah dengan tiket jauh lebih murah itu. "Oleh karena itulah, saya prihatin bila ketahuan ada oknum penumpang yang masih suka ucing-ucingan tak mau bayar karcis yang murah itu," keluh sang kondektur yang tak sempat ditulis namanya yang tertera di atas saku baju kanannya karena terhalang penumpang yang berdiri rapat di lorong tempat duduk.Hanya satu lokUntuk melayani kebutuhan penumpang, sejak awal 2002 perjalanan KA dari St. Ciroyom-St. Lampegan hanya ada satu lokomotif dengan dua gerbong yang setiap hari melakukan empat kali perjalanan. Sebelumnya ada dua lokomotif dari Stasiun Ciroyom mengakut penumpang sampai ke Stasiun Sukabumi."Gara-garanya, terowongan Lampegan ambruk terkena longsor tahun 1999 sehingga perjalanan Ciroyom-Sukabumi terputus. Satu unit lokomotif terpaksa harus ditarik tak dijalankan lagi. Karena pertimbangan secara bisnis, barangkali kurang menguntungkan," kata Soleh, Petugas Perjalanan Kereta Api (PPKA) Stasiun Cianjur.Meski lokomotif yang hanya tinggal satu-satunya itu sekarang dijubeli penumpang di luar kapasitas, di sisi lain banyak hikmah bagi penumpang. Perjalanan KA dari Stasiun Ciroyom ke Stasiun Lampegan selalu tepat waktu karena pintu wesel di setiap stasiun lintasan tak beraktivitas lagi. Bila ada gangguan, keterlambatan bisa ditekan tak kurang dari sepuluh menit.Menurut Soleh, terowongan Lampegan yang ambruk itu sudah diperbaiki. Rencananya, perjalanan KA dari Bandung-Sukabumi-Jakarta akan diramaikan dengan lokomitif penumpang dari berbagai kelas. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian, kondisi tanah di pegunungan Lampegan rawan longsor. Terpaksa rencana itu belum kesampaian juga. Malah sampai sekarang, perjalanan KA dari Bandung ke Jakarta yang dulunya aktif, sekarang hanya bisa dilalui sampai batas akhir di Stasiun Lampegan. Dari Stasiun Lampegan ke Stasiun Sukabumi tak ada aktivitas.Soleh mengaku tak sedikit warga Cianjur yang menyarankan agar perjalanan KA ditambah, mengingat kebutuhan penumpang semakin meningkat. Apa daya karena hal itu menyangkut kebijakan pimpinan, sampai dambaan warga Cianjur masih belum terkabulkan juga. Padahal, para penumpang pada umumnya sudah banyak peningkatan dalam membayar tiket. Begitu pula aparat keamanan seperti hansip, polisi, babinsa, dan kawula muda di sekitar Stasiun Ciroyom-Cianjur berperan aktif membantu kelancaran keamanan perjalanan KA Cianjur-Bandung."Kami hanya mampu berdoa mudah-mudahan lokomotif yang hanya tinggal satu unit ini mampu beraktivitas membantu rakyat kecil khususnya bagi warga Cianjur," kata Soleh yang baru enam bulan menjabat PPKA di Stasiun Cianjur. Stasiun itu kini statusnya turun menjadi kelas III. Padahal, Stasiun Cianjur dulu statusnya kelas II. (H. Undang Sunaryo/"MD")***

No comments: