Tuesday, May 13, 2008

JIARAH


RISI rasanya kala kekhusukan berdoa di hadapan kuburan orangtua terganggu lalu-lalang oknum petugas makam. "Ada yang nawarin bersih- bersih rumputlah, jualan bungalah, ini itulah!" keluh Dr. Boyke Dian Nugraha, pekan lalu, mengisahkan pengalamannya saat ziarah ke makam ayahandanya, Subagio Danusasmita, di kawasan pemakaman Dreded, Kota Bogor.Lain Dreded, lain Karet Bivak, Jakarta Pusat. Di Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang letaknya tak jauh dari Pasar Tanahabang itu, Dr. Boyke malah prihatin. Soalnya, salah seorang anggota keluarga besarnya mesti dimakamkan bertumpuk dengan jenazah lainnya. "Sampai tumpuk empat malah," kata pakar seksologi yang mantan Kepala Puskesmas Palas, Lampung Selatan ini.Nah, kalau pengalaman Mochtar Riady, pendiri Grup Lippo beda lagi. Di pemakamam umum, taipan senior kelahiran Malang 12 Mei 1929 ini bahkan merasakan suasana yang jauh dari rasa aman. Ada copet juga di makam, begitu tulis Mochtar di brosur San Diego Hills (SDH), proyek properti penjualan makam kelolaan PT Lippo Karawaci Tbk.Satu-satunya kepastian adalah kematian. Berawal dari situ, menilik salah satu kultur China, penghargaan tepermanai adalah penghormatan kepada orangtua atau anggota keluarga tercinta hingga ke liang lahat.Sementara, pantang bagi etnis China untuk melakukan tawar-menawar ongkos pemakaman. Sebaliknya, berbuat baik bagi orang lain semisal memberikan sumbangan peti mati tatkala ada yang dipanggil Sang Khalik, pahala berlipat ganjarannya.Sejatinya, salah satu budaya unik inilah yang dipetik pengelola SDH untuk bersentuhan secara bisnis dengan kebiasaan menuju ke akhirat ini. Kompleks pemakaman di kawasan perbukitan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, Jawa Barat ini sejak setahun silam memang disulap sedikit demi sedikit menjadi taman kenangan (memorial park) dan pemakaman. Areal yang digarap luasnya 500 hektare. "Sampai saat ini kami baru mengerjakan 25 hektare," kata Direktur SDH Suziany Japardy.SDH bukanlah yang pertama di Karawang. Soalnya, dua pemakaman serupa yakni Taman Kenangan Lestari (TKL) dan Taman Memorial Graha Sentosa (TMGS) telah dibangun lebih dahulu. Nilai investasi SDH, terang Suziany, sekitar Rp10 triliun.HeningAngin sejuk terasa bertiup perlahan tatkala kompas.com berkunjung ke SDH, Selasa (6/5). Tepat di tengah-tengah kawasan pemakaman ada danau buatan seluas delapan hektare. Air danau itu berasal sudetan Sungai Citarum yang memang mengalir ke arah Kota Karawang. Pengelola SDH rencananya memanfaatkan danau tersebut sebagai sarana rekreasi bagi para pengunjung pemakaman. Akan disiapkan pula perahu-perahu dayung berikut pemandunya. "Nanti kan para pengunjung bisa rekreasi di danau," kata Leisure Center Manager Budiyanto TM dalam kesempatan itu. Paling tidak, sudah ada 240 jenazah yang dimakamkan di SDH sampai dengan awal Mei tahun ini. Seturut penataan, 25 hektare yang tengah dikerjakan seperti diungkapkan Suziany tadi adalah area Garden of Creation untuk pemakaman mereka yang beragama Kristiani. Di sini tersedia tanah untuk makam berukuran minimal 1 meter x 2,6 meter sampai dengan maksimal 2,90 meter x 2,85 meter. Harga kotornya mulai dari Rp19,5 juta per lahan makam serta Rp15,5 juta per meter persegi.Area selanjutnya adalah Heavenly Garden untuk pemakaman Muslim. Ada tanah makam berukuran 1,5 meter x 2,6 meter di sini mulai dari harga kotor Rp33 jutaan perlahan makam dan Rp15,5 juta per meter persegi.Berikutnya adalah area Prosperity and Joy untuk pemakaman China dan Buddha. Dalam skala ukuran, tanah untuk makam relatif paling luas ketimbang dua area sebelumnya. Di sini ukuran yang disiapkan minimal 2,0 meter x 6,0 meter hingga maksimal 12,0 meter x 6,0 meter. Harga kotornya pun paling tinggi mulai dari Rp620 juta per lahan makam berikut harga Rp15,5 juta per meter persegi.Kemudian, area yang terakhir adalah Heroes Plaza yang didedikasikan tanpa bayar untuk tokoh-tokoh yang dinilai berjasa besar bagi Indonesia. Sekarang, baru jenazah drg. Endang Witarsa, tokoh sepak bola Indonesia yang terbaring di area ini.Bersamaan dengan pemakaman, pengelola SDH pun membuat bangunan pendukung seperti pusat keluarga, gedung pertemuan berkapasitas 250 kursi, kapel untuk upacara sebelum pemakaman, dan restoran. Fasilitas olahraga lainnya seperti kolam renang, lintasan joging, dan bersepeda pun menyusul.Memang ada suasana berbeda jika SDH disejajarkan dengan TPU lazimnya. SDH sendiri berada di dalam Kawasan Industri Internasional Karawang yang letaknya di sekitar KM 46 Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Di kawasan SDH makam ditata seperti layaknya taman. Sebanyak 200 orang berseragam hijau, kebanyakan adalah penduduk sekitar lokasi, bertugas menata rumput dan membersihkan makam dari kotoran.Selain mereka, tak ada orang asing yang lalu-lalang. Maka, bisa dibayangkan, pemakaman lumayan sepi sekaligus hening. Jangan harap ada yang menawar-nawarkan bunga kepada pengunjung seperti layaknya di TPU!Ketika berada di bukit tertinggi di kawasan pemakaman itu, pengunjung bisa melepaskan pandangan seluas-luasnya melihat danau, sepotong jalan bebas hambatan, berikut sekadar pemandangan sawah-sawah, khas Karawang yang dikenal pula sebagai kota lumbung padi. Mungkin, kalau mau, pengunjung bisa melihat matahari terbit maupun terbenam.Cuma, jangan datang malam hari ke SDH. Selain tidak dianjurkan, pengelola tidak memasang lampu penerangan di kawasan pemakaman. Gelap gulita, persis seperti di kuburan-kuburan lazimnya.Dengan tampilan berikut suasana seperti itulah, SDH terkesan menarik minat nama-nama tokoh di masyarakat. Tercatat, desainer Iwan Tirta, raja sinetron Raam Punjabi, artis Rima Melati, mantan Gubernur DKI Soerjadi Soedirdja, hingga mantan menteri Tanri Abeng sudah memesan tempat di SDH. Sementara, tempat pembaringan terakhir Mochtar Riady juga ada di SDH. Lalu, kalau Deputi Gubernur BI Miranda Goeltom sudah menyetok sepuluh liang lahat, Dr. Boyke membeli delapan lubang kubur di SDH. Inilah tren anyar, makin nyaman walau di kuburan.

No comments: